Laksana kancing dan baju. Kira-kira, itulah gambaran akan eratnya persahabatan Roi dengan Rio. Betapa tidak, selain memang bertetangga, keduanya senantiasa mengenyam bangku sekolah di tempat yang sama, mulai dari SD. Termasuk saat ini. Kuliah dan mengambil jurusan yang sama juga.
Seiya dan sekata menjadi semboyan jalinan persahabatan mereka berdua. Mereka saling mendukung satu sama lain dalam banyak hal. Mereka singkirkan kata hati, kiranya berseberangan, demi menjaga perasaan salah satu mereka yang tengah meminta bantuan.
***
Jalinan persahabatan di atas hanyalah kisah fiktif semata. Namun nyatanya, jenis persahabatan macam ini, banyak ditemui di kehidupan sehari-hari.
Kita ambil contoh sederhana. Seorang siswa yang mulanya tidak merokok, kemudian diketahui menjadi candu rokok, lantaran tidak kuasa menolak tawaran teman yang mengajaknya untuk merokok.
Alasannya simpel; karena ada perasaan tidak enak untuk menolak. Mulanya sederhana; hanya coba-coba. Namun lambat laun, ia justru menjadi pecandu rokok.
Persahabatan macam ini, sama sekali tidak 'menyehatkan'. Bahkan berpotensi membahayakan. Tidak hanya persoalan di dunia, di akhiratpun bisa berlanjut.
Kenapa bisa membahayakan? Karena persahabatan ini bisa menggiring kepada perbuatan buruk (maksiat). Sebab, persahabatannya menuntut untuk melakukan segala sesuatu, yang tercetus oleh sahabat. Tidak ada proses penyaringan terlebih dahulu, apakah itu berbuah positif atau berdampak buruk.
Pada titik inilah, peluang masa depan menjadi suram. Bukan karena tidak ingin sukses. Atau minimnya usaha. Tapi karena ketidakmampuannya menolak ajakan sang teman. Selalu membeo terhadap apa yang diutarakan. Dampaknya, konsentrasi menjadi rusak.
Ketika konsentrasi rusak, kefokusan untuk mengejar sesuatu akan terganggu. Bagi pelajar, akan terganggu konsentrasi belajarnya, karena senantiasa diajak si sahabat melakukan perbuatan yang tidak jelas.
Begitu pula para pekerja, guru, dan lain sebagainya. Akan terganggu semua urusan utama. Ketidakmampuan memilih dan memilah perkara primer dan sekunder inilah, menjadi kunci dari kegagalan.
Hujjahnya, gampang sekali. Dalam al-Qur'an atau pun al-hadits, banyak dalil yang mengungkapkan, bahwa satu di antara rahasia keberhasilan adalah keistiqomahan.
Kembali kepada pembahasan utama. Pola pertemanan macam ini, sejatinya telah disinggung secara keras oleh Allah SWT, melalui firman-Nya, surat al-Zuhruf: 67.
Pada ayat itu, Allah mengabarkan kondisi pasangan sahabat yang saling berbantah dan menyalahkan di akhirat/neraka. Itu disebabkan, ketika di dunia, mereka saling mendukung dalam keburukan.
Tidak ada satu di antara mereka mecoba mengingatkan kepada kebaikan, atau berusaha mencegah, ketika satu teman melakukan ataupun merencanakan keburukan. Yang ada justru menjadi seporter utamannya.
Karena itu di akhirat kelak mereka jadi saling menyalahkan. Mereka saling merasa dirugikan. Tuduh menuduh mereka lontarkan. Padahal, pada hari itu tidak ada efeknya sama sekali pembelaan mereka. Yang tersisa hanyalah penyesalan.
Nah, untuk menghindari kerugian yang demikian ini, mari kita cek dan ricek, sejauh mana kualitas persahabatan yang kita jalin selama ini menghantarkan kepada kebaikan.
Jika yang terjadi justru sebaliknya, maka, memilih 'talak' rasanya menjadi pihan yang tepat, agar kita bisa melepaskan diri dari jerat sahabat, yang bisa merugikan masa depan kita.
Ini pula pesan yang diutarakan Ibnu Jama'ah, kepada mereka yang memiliki sahabat, yang justru menggiring kepada kesia-siaan, khususnya bagi para penuntut ilmu. Beliau mengatakan;
"Seseorang yang menuntut ilmu hendaknya tidak bergaul kecuali dengan orang yang akan memberinya manfaat atau mengambil manfaat dari dirinya. Bila ia dihadapkan dengan sehabat yg berkarakter kebalikannya, maka berlemah lembutlah dalam memutuskan hubungan persahabatan sejak awal sebelum terlanjur jauh. Karena, sesuatu itu bila telah terlanjur, maka akan sulit untuk dihilangkan."
Wallahu 'Alamu Bish-Shawab.
Rep: Khairul Hibri
Editor: Admin
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment